Page 55 - LAPORAN PENELITIAN ITI SEPT 2021
P. 55
3.4 Perencanaan Hingga Pengendalian Ruang Yang Tegas Dan Jelas
Kompleksitas tata kelola destinasi pariwisata semakin besar ketika destinasi pariwisata berada di kawasan
konservasi. Kawasan konservasi, seperti taman nasional dan kawasan hutan belantara saat ini mencakup lebih
dari 15,4 persen permukaan bumi dan seringkali merupakan lokasi penting untuk aktivitas pariwisata (Deguignet
et al., 2014; Eagles, McCool, & Haynes, 2002). Namun, tantangan muncul apabila pariwisata dikembangkan di
cagar alam dan warisan budaya yang didedikasikan untuk konservasi spesies, ekosistem, dan lanskap. Dengan
demikian, berbagai pemangku kepentingan, serta kebijakan yang dibuat harus dimasukkan dalam pengelolaan
pariwisata di kawasan konservasi lebih dari tata kelola destinasi pariwisata yang bukan di kawasan konservasi.
Karena dampak perusakan habitat, polusi, pertumbuhan populasi, dan hilangnya spesies merupakan faktor
turunan yang dapat memperumit sistem tata kelola yang lemah. Oleh karena itu, pemanfaatan ruang untuk
ekonomi perlu diimbangi dengan pengendalian ruang yang berfungsi untuk menjaga konservasi lingkungan
sebagai salah satu pilar geopark. Tabel di bawah menunjukkan contoh pemanfaatan yang berpotensi
mengganggu konservasi bila tidak dikelola dengan tepat.
Pada tabel di bawah menunjukkan contoh bagaimana lokasi geosite dapat beririsan dengan pola ruang lain
seperti hutan lindung, kawasan perkebunan, pertanian, pertambangan, dll, Ini menunjukkan bahwa bentuk
pemanfaatan harus mengikuti peraturan zonasi sesuai peruntukan yang ditetapkan.
Pola ruang di sekitar geosite ini menunjukkan perlunya aturan penataan mulai dari perencanaan, pemanfaatan
dan pengendalian ruang hingga tidak menimbulkan masalah lingkungan. Untuk menghindari potensi tumpang
tindih kewenangan maka perlu diakukan deliniasi dan kewenangan sehingga dapat disusun mekanisme
kerjasama dan pembagian peran yang jelas.
46